Based on the MBTI personality test, I'm an ENFJ,
which means an extrovert who uses intuition and feelings to decide
something and live with some regularities. Kindly
run this site http://www.16personalities.com/free-personality-test if
you want to know more about MBTI personality test and find 'yourself' there.
There are eight elements of personality in MBTI
test: Introvert and Extrovert, Sensing and Intuitive, Thinking and Feeling,
Perceiving and Judging. Yes, I'm the huge part of Feeling person. What
comes to your mind when you hear that word? Over-emotional?
Mawkish? Weak? Well, I got those three judgments all of my days.
Banyak orang berpikir bahwa feeling is
always about emotion. Sebenarnya, nggak ada yang salah dengan pernyatan itu,
yang salah hanyalah mereka yang bingung mengartikan kata 'emosi' itu sendiri.
Sebagai seseorang yang terlahir sebagai F person, saya betul-betul merasakan
kinerja feeling dalam diri saya. Biasanya, hal itu terjadi
ketika saya sedang memutuskan sesuatu. Berbeda dengan Thinking person yang
mungkin bisa mengambil keputusan berdasarkan realitas dan logika, F person
kebanyakan selalu mempertimbangkan masalah keharmonisan dan dampak terhadap
orang yang bersangkutan dengan keputusan tersebut. F person always put more weight on personal concerns and the people
involved. Terkadang, mereka
melewatkan realitas atau suatu hukum tertentu dalam memutuskan sesuatu hanya
karena memikirkan perasaan orang lain.
Akan tetapi, itu bukan berarti F
person nggak bisa membuat keputusan. Memang, F person sering kali dianggap
sebagai orang yang baper alias bawa perasaan, terlebih lagi
jika terlibat dalam suatu masalah. Namun sebenarnya, baper itu sendiri nggak
melulu menuju pada hal yang negatif, bahwa F person adalah orang yang cepat
tersinggung, marah, dan cengeng. F person hanya berusaha untuk menyeimbangkan
antara suatu keputusan dengan kepentingan pihak yang bersangkutan agar mencapai
suatu kesepakatan yang win-win solution. F person akan lebih
fokus memperhatikan nilai atau kepribadian seseorang ketimbang suatu realitas
yang harus dilakukan.
Selain menyadari bahwa saya adalah seorang F person
berdasarkan personality test, saya memang sering merasa diri saya
melakukan beberapa pertimbangan sebelum membuat keputusan atau membicarakan
sesuatu. Saya (atau mungkin F person yang lain) bukan orang yang mudah bicara
terang-terangan dan selalu memikirkan dampak yang akan terjadi dari ucapan
saya. Misalnya, ketika ada kotoran di rambut teman saya, saya nggak akan bilang
"Ih, di rambut lo ada something, tuh!" di depan umum,
tapi memilih untuk mengajaknya ke toilet dan bicara pelan-pelan. Begitu pula
ketika saya nggak suka dengan sikap seseorang, mungkin seharusnya saya bicara
padanya terang-terangan bahwa saya nggak suka, tapi yang biasa saya lakukan
justru menunjukkan sikap nggak suka itu secara non verbal sampai
orang itu paham dengan sendirinya. Mungkin itu kenapa, dalam pengambilan
keputusan, F person lebih banyak mendengarkan dan memikirkan tanggapan orang
lain dibanding dirinya sendiri. Sering kali F person dianggap menomorduakan
dirinya demi kepentingan orang lain, tapi sebenarnya ia hanya berusaha
menghargainya.
Dalam situasi tertentu, saya ingin menjadi seorang
T person yang kritis terhadap sesuatu dan mengedepankan realitas (but it
doesn't mean T person nggak memikirkan orang lain, ya), tapi nyatanya
yang saya lakukan tetaplah melihat sekitar dan memperhatikan apa yang terjadi.
Menurut saya, menjadi seorang F person nggak buruk, kok. F person diberi
kesempatan lebih banyak untuk memperhatikan hal-hal kecil yang jarang dilihat
orang lain dan berusaha menjaga keharmonisan, karena yang terpenting bagi
mereka bukan hanya hasil, tapi juga hubungan yang baik, dalam suatu proses.
Tentu adanya T person dan F person 'diciptakan' untuk saling melengkapi, bahwa
T person bisa melahirkan ide-ide yang inovatif dan tegas dalam realitas,
sedangkan F person ditugaskan untuk lebih peka terhadap potensi masing-masing
orang dalam menjaga hubungan interpersonal.
Satu hal lain yang menyenangkan, F person sering
kali membiarkan feeling-nya bekerja dalam suatu kondisi tertentu.
Misalnya, ketika turun hujan, F person nggak hanya melihat realitas bahwa hujan
membuat kita basah, tapi merasakan suatu ruh dari kehadiran hujan itu sendiri.
Pun ketika mendengarkan lagu, F person nggak hanya menikmati lirik yang
bersenandung, tapi juga merasakan suatu nuansa tersendiri dalam jiwa lagu
tersebut. Sedikit berlebihan, mungkin, tapi itu yang sejatinya saya rasakan. F
person suka memanfaatkan feeling tersebut dalam menciptakan
sesuatu, terutama karya seni, seperti Beethoven dengan Winter Sonata dan J.R.R. Tolkien dengan The Lord of
The Rings.
Sesuatu yang berhubungan dengan feeling tidak
selalu berarti cengeng atau lemah. F person bisa jadi terlihat sebagai orang
yang nggak tegas dalam memutuskan, tapi sebenarnya itu hanyalah persoalan
bagaimana seseorang mengambil persepsi. F person cenderung lebih
memfokuskan diri pada proses ketimbang hasil, bukan memikirkan tentang benar
atau salah tapi baik atau buruk, dan tidak hanya memandang
dunia dalam area hitam dan putih, tetapi juga gradasi-gradasi dari warna itu
sendiri.
So, that's why I'm glad to be F person. 'Cause it's
unfair if everyone in this world makes decisions only with
their heads. Then, F person presents to make decisions based on their hearts.
0 komentar