Oleh Laili Muttamimah*
Setiap perempuan pasti
menginginkan dirinya menjadi cantik. Banyak perempuan rela mengeluarkan uang
hanya untuk melakukan suntik putih atau sedot lemak demi mendapatkan label
‘cantik’ dari orang lain. Bagi mereka, memiliki tubuh ramping, kulit
putih,mulus, dan rambut lurus adalah penggambaran ‘cantik’ yang sebenarnya.
Padahal, cantik adalah perihal yang subjektif, di mana setiap orang memiliki
standar masing-masing untuk menggambarkannya. Akan tetapi, tampaknya
penggambaran cantik dalam benak perempuan, khususnya di Indonesia, tidak jauh
dari sosok tinggi semampai dengan kulit putih merona seperti yang ditayangkan
iklan-iklan di televisi. Secara tidak sadar, kaum hawa pun mulai membandingkan
diri mereka dengan model-model yang mereka temui di media dan menetapkan standar
‘cantik’ bak model tersebut dalam diri mereka.
Di dalam komunikasi massa, ada satu teori
bernama Media Stereotyping. Teori ini menjelaskan
bagaimana media memberikan pemahaman umum tentang orang atau kelompok di dalam
masyarakat, terkait kelas, etnik, ras, gender, orientasi seksual, peran sosial,
dan jabatan, melalui stereotip. Stereotip ini digunakan untuk mengidentifikasi
orang atau situasi tertentu agar mudah dipahami oleh khalayak ketimbang
memberikan penjelasan yang lebih kompleks. Biasanya, khalayak—terutama
perempuan—akan lebih mudah mencerna iklan produk kecantikan dengan slogan“Kulit
Cantik Merona Seperti Mutiara” dibanding slogan panjang tanpa
menjelaskan stereotip ‘cantik’ di dalamnya. Mereka akan senantiasa membeli
produk yang diiklankan dengan harapan memiliki kulit seperti yang ditayangkan
dalam iklan-iklan tersebut. Secara tidak langsung, stereotip yang digunakan
media menanamkan pemahaman tersendiri dalam benak khalayak (kultivasi) sehingga
mereka berpikir penggambaran yang disajikan oleh media adalah sama dengan
realita.
Menurut Douglas Kellner dalam bukunya Media
Culture: Cultural Studies, Identity and Politics between the Modern and the
Postmodern (1996), budaya media menunjuk pada suatu keadaan di mana
tampilan audio dan visual atau tontonan-tontonan telah membantu merangkai
kehidupan sehari-hari, mendominasi proyek-proyek hiburan, membentuk opini
politik dan perilaku sosial, bahkan memberikan suplai materi untuk membentuk
identitas seseorang. Selama ini, media di Indonesia selalu mempertontonkan
model cantik dengan kulit putih, rambut lurus, tubuh langsing dan tinggi dalam
iklan televisi maupun majalah, khususnya untuk produk kecantikan. Tak hanya
itu, model-model di sampul majalah pun menggambarkan sosok yang sama,
seolah-olah ‘cantik Indonesia’ adalah seperti yang digambarkan oleh model
tersebut. Bayangkan jika suatu hari, model-model produk kecantikan di media
berubah menjadi sosok yang berbanding terbalik dengan yang digambarkan saat
ini, apakah khalayak tetap menganggap bahwa model itu cantik?
Ketika iklan-iklan kecantikan semakin
semarak, perempuan mulai mengkhawatirkan kondisi tubuhnya. Mereka sering kali
mengomentari diri sendiri saat mematut diri di cermin, mengeluh bahwa diri
mereka kurang putih, kurang kurus, atau kurang tinggi. Hal itu secara natural
timbul dalam diri perempuan, membuat tingkat kepercayaan diri mereka perlahan
menurun ketika menyadari diri mereka jauh dari bayangan ‘cantik’. Perempuan
akan merasa sedikit minder ketika bertemu dengan perempuan
lain yang lebih cantik, apalagi jika ada orang yang membandingkan mereka.
Selain untuk dipuji, alasan perempuan
ingin menjadi cantik adalah untuk menarik perhatian laki-laki. Perempuan akan
senantiasa melakukan diet ketat demi mendapatkan hati laki-laki yang mereka
sukai. Apalagi jika laki-laki itu punya kriteria perempuan idaman tersendiri,
perempuan pasti tidak bisa tidak peduli dengan kondisi fisiknya begitu saja.
Stereotip tentang perempuan ‘cantik’ yang digambarkan oleh media tidak hanya
membentuk opini tentang ‘cantik’ di dalam benak perempuan, tapi juga laki-laki.
Itu mengapa, terkadang laki-laki suka melabeli perempuan ‘cantik’ seperti
fantasi mereka sesuai yang mereka lihat di media.
Sebagian kecil khalayak memang sudah
memiliki pemikiran yang terbuka dalam menanggapi hal ini, mereka percaya bahwa
‘cantik’ bukan melulu soal putih dan langsing, tapi juga hal-hal internal dari
si perempuan yang mendukungnya. Akan tetapi, sebagian besar perempuan masih
belum terbuka dalam memikirkan hal ini, karena itu mereka masih berlomba-lomba
menggunakan segala jenis krim pemutih wajah sampai obat pelangsing demi menjadi
‘cantik’. Apakah ketika mereka sudah berhasil mendapatkan tubuh langsing, kulit
putih, dan rambut lurus, mereka telah menjadi ‘cantik’ seutuhnya? Apakah ketika
kita memiliki kondisi fisik sebaliknya, maka semua orang dalam sekejap akan
menjauhi kita?
Semestinya kaum perempuan tahu bahwa
stereotip ‘cantik’ yang digambarkan oleh media hanyalah sebatas pesan untuk
mempromosikan produknya dengan harapan mampu memengaruhi perilaku khalayak
ketika menonton atau melihat iklan tersebut. Yang demikian itu kalau di sadari,
tidak akan membuat perempuan menjadi pemimpi dengan menginginkan tubuh ‘ideal’
seperti yang ada di media. Kita semua tahu, bahwa persoalan fisik sebenarnya tidak
menjamin baik atau buruknya kepribadian seseorang. Pepatah “cantik bukan
dilihat dari fisik, tapi dari hati” pun rasanya sudah menjadi hal yang ditelan
bulat-bulat oleh khalayak, khususnya perempuan. Itu mengapa, sudah saatnya
perempuan berhenti mengeluhkan lemak di tangannya atau kulitnya yang
kecoklatan, hanya karena merasa dirinya berbeda dengan model-model di media.
Sejatinya, cantik adalah persoalan bagaimana seorang perempuan mampu
menunjukkan etika serta etiket yang baik di lingkungan masyarakat. Fisik akan
berubah seiring berjalannya waktu, namun kepribadian adalah satu hal yang
dibangun secara naluriah dalam diri manusia. Mengapa perlu merepotkan perut
yang tidak rata atau rambut yang keriting jika perempuan itu memiliki prestasi
dan kepribadian yang jauh lebih baik untuk dibanggakan? Perempuan seharusnya
merasa cantik ketika dirinya mampu melakukan suatu pekerjaan yang orang lain
pikir ia tidak bisa melakukannya, apalagi jika mereka memiliki potensi dan
prestasi yang membuat citranya tidak hanya dikenal sebagai perempuan ‘cantik’
tapi juga ‘pintar’ dan ‘cerdas’. Perempuan akan terlihat cantik ketika mereka
mencintai diri mereka sendiri, dengan menikmati setiap pakaian dan aksesoris
yang mereka kenakan, hobi yang mereka sukai, juga pekerjaan yang bisa
menginspirasi orang lain.
Kulit putih, tubuh langsing, dan rambut
lurus hanyalah definisi cantik yang digambarkan oleh media, namun realitanya,
setiap perempuan mampu terlihat cantik dengan cara mereka masing-masing.
Orang-orang yang mengenal baik diri kita dapat melihat kecantikan alami dalam
diri kita dengan sendirinya. Mereka yang bertahan dengan kita sampai hari ini
adalah orang-orang yang patut dihargai, karena mereka telah menghargai segala
kelebihan serta kekurangan yang ada dalam diri kita. Dengan demikian, cantik
dalam pengertian yang sebenarnya adalah mampu mengharumkan namanya sendiri
dengan meraih prestasi sebanyak-banyaknya, melakukan pekerjaan yang bisa
membantu dan memotivasi orang lain, juga memiliki etiket dan wawasan yang
membuat orang lain dengan sukarela menghargainya. Dan menjadi perempuan
seharusnya sekaligus menjadi tidak takut merasa tidak disukai, bunga rafflesia yang
tak harum pun masih memiliki penggemar yang menantinya mekar dari tahun ke
tahun.
Kaum perempuan sebaiknya berhenti
menjadikan diri mereka sebagai korban dari maraknya stereotip media.Mereka
mestinya melihat diri mereka di depan cermin dan tersenyumlah lebar-lebar
seraya mensyukuri setiap bentuk tubuhyang diciptakan-Nya. Karena kita tak pernah
tahu, ada ribuan orang di luar sana yang menanti senyuman terukir di wajah kita
setiap harinya. Keadaan fisik kita sama sekali tidak mengubah nilai diri kita
sebagai manusia. Oleh karena itu, mereka harus bangga menjadi cantik dalam
realita. Selamat hari perempuan untuk seluruh perempuan cantik di dunia!
Penulis adalah mahasiswi prodi Ilmu Komunikasi
Universitas Paramadina.
Tulisan ini dimuat di Desantara Foundation. http://www.desantara.or.id/2016/03/perempuan-dan-kecantikan-a-la-media/
Tulisan ini dimuat di Desantara Foundation. http://www.desantara.or.id/2016/03/perempuan-dan-kecantikan-a-la-media/