Menu

Monday, August 8, 2016

Patah Hati Bukanlah Sebuah Kesalahan


Bagi sebagian orang, patah hati mungkin dianggap sebagai satu hal yang memalukan. Itu mengapa, mereka sering kali nggak mau mengakui ketika sedang berada di posisi tersebut dan memilih untuk memendam perasaannya rapat-rapat. Mereka yang patah hati sering menganggap dirinya payah karena menangisi seseorang yang telah menyakitinya, yang pergi tiba-tiba, atau yang justru hadir kembali membawa luka lama. Padahal, patah hati adalah sesuatu yang sangat wajar, yang pernah dialami oleh seluruh manusia di dunia ini, tanpa terkecuali.

Nggak jarang, teman-teman saya tiba-tiba datang ke rumah saya dengan wajah suntuk dan perasaan kacau. Mereka akan membicarakan hal-hal yang belakangan ini menjatuhkan mood mereka atau bahkan membuat mereka sakit hati. Hal-hal yang dimaksud nggak melulu soal percintaan, tapi juga keluarga sampai pertemanan. Biasanya, saya akan mendengar keluhan teman-teman saya itu tanpa menginterupsi, membiarkan mereka menceritakan semuanya sampai dada mereka terasa lega, atau menangis sepuasnya di depan saya. Karena saya tahu, pada dasarnya, seseorang yang patah hati selalu membutuhkan orang lain untuk mendengarkan ceritanya. Ia tidak butuh orang yang memberikannya saran penuh motivasi, namun cukup menyediakan dua telinga yang intens untuk menyimak setiap ceritanya.

Banyak orang terlalu takut dianggap cengeng, apalagi kalau hal itu menyangkut percintaan. Padahal, sedih karena patah hati adalah hal yang manusiawi, yang menjelaskan bahwa kita memang terlahir dengan penuh perasaan. Kita merasa senang, sedih, marah, jatuh cinta... semua itu menjadi satu paket yang nggak bisa kita hindari. Sayangnya, banyak orang yang nggak sadar bahwa sebenarnya berbagi cerita ketika patah hati bisa meringankan beban lebih banyak dibanding memendamnya sendirian.

Masalahnya, nggak semua orang selalu menjadi tempat bercerita yang pas. Terkadang, teman kita sendiri pun nggak bisa selamanya hadir untuk mendengarkan kita. Biasanya, kita justru melakukan hal yang lain untuk mengalihkan perasaan itu, seperti menonton film komedi atau pergi jalan-jalan. Namun, ketika perasaan itu nggak diutarakan, besar kemungkinan kita akan terus-menerus mengingatnya.

Lewat tulisan ini, saya hanya ingin berkata bahwa patah hati bukanlah sebuah kesalahan. Patah hati memang membuat hari-hari kita terasa lebih buruk, mood kita hancur, bahkan nggak jarang kita depresi karenanya. Tapi, mengakui diri kita yang patah hati bukanlah hal yang salah. Ketika kita merasa sudah memiliki tempat untuk 'menyalurkan' rasa sakit itu, lakukanlah. Ceritakan masalahmu pada siapa pun yang kamu percaya, buat dirimu senyaman mungkin, dan keluarkan keresahan itu sebanyak-banyaknya. Kamu boleh menangis sepuasnya, asalkan setelah itu, kamu kembali bangkit dan bisa menjalankan aktivitas dengan normal.

Setiap orang mengalami patah hati dengan cara yang berbeda, pun mengobatinya dengan cara yang berbeda pula. Taylor Swift menyalurkan patah hatinya lewat lagu-lagu yang ditulisnya, Rihanna memilih tidur untuk menetralkan perasaannya, beberapa teman saya menyanyi di karaoke untuk melepaskan kegalauan, dan saya... sering kali menjadikan blog atau laman kosong Ms. Word untuk menuliskan apa yang saya rasakan.

Memang, ketika patah hati itu muncul, kita seperti kehilangan arah hidup. Saya jadi ingat salah satu teman kampus saya, dia adalah orang yang sangat ceria dan nggak pernah kelihatan mengeluh sedikit pun. Namun, ketika dia patah hati, mendadak dia datang ke kampus dengan penampilan yang berantakan. Rambutnya nggak disisir, tugasnya nggak dikerjakan, bahkan ketika saya mendatangi kamar kosnya, suasananya sudah seperti kapal pecah. Dia menyadari hal itu, tapi semua kekacauan itu nggak bertahan lama setelah dia bisa mengendalikan diri dan menetralkan kembali perasaannya. 

Begitu pun dengan saya. Satu tahun yang lalu, saya pernah merasa sangat patah hati (ini yang terburuk yang pernah saya rasakan) sampai-sampai harus datang ke Psikolog dan ikut Peer Counseling di kampus. Tentu, awalnya saya malu. Namun, lama kelamaan saya menyadari bahwa kita selalu butuh tempat untuk mencurahkan kegelisahan, meski nggak mendapat banyak solusi, setidaknya rasa sesak itu sudah keluar dari dalam diri kita. 

Jadi, berdamailah dengan patah hatimu, carilah tempat atau media yang membuatmu nyaman untuk menyalurkannya. Jangan pernah memendam perasaan itu, karena satu kegelisahan kecil bisa berubah menjadi depresi besar ketika kita menyepelekannya.

Dan, ketika kamu merasa nggak ada lagi orang yang bisa mendengarkan kegelisahanmu, kamu masih punya Tuhan yang selalu ada untukmu lebih dari 24 jam perhari. Datangi Dia, mengobrol dengan-Nya, dan keluarkan semua kegundahan itu.

Patah hati akan menemukan tanggal kadaluarsanya, tapi cuma kita yang bisa menentukan kapan tanggal itu tiba. Jangan malu merasa patah hati, karena hal itu lebih baik dibanding kita tidak merasakan apa pun lagi dalam diri kita. Karena sejatinya, tidak pernah ada kekosongan yang menyenangkan, setidaknya bagi saya.

Jadi, untuk kamu yang sedang patah hati...
Berbagilah,
Marahlah,
Menangislah,

Namun, jangan berlarut-larut. Setelah itu...

Sembuhlah,
Bangkitlah,
Tersenyumlah.

:))

1 comment: